Tanggapan Pemuda Aru Jika Investor Peternakan Skala Besar Masuk

0

VNEWS-

Masih ingat dengan izin peternakan sapi seluas 60.000 hektar lebih di Kepulauan Aru, Maluku, beberapa tahun lalu? Kala itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tak mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, dan izin prinsip sudah habis. Masyarakat mengira proyek peternakan sapi skala besar ini batal masuk ke Aru. Namun, kekhawatiran kembali muncul dari para pemuda Aru, yang kuat menduga bahwa investasi tersebut akan tetap berjalan.

Pada 13 Mei lalu, Pelabuhan Serwatu, Desa Kalar, Aru Selatan, ramai dengan kehadiran sebuah kapal besar yang menarik perhatian warga sekitar desa. Kapal bercorak putih keabu-abuan ini, dengan nama “J7EXPLORER” di buritannya, sempat disangka kapal perang milik TNI Angkatan Laut. Ternyata, kapal ini milik pengusaha asal Kalimantan Selatan, H. Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam. Dua jet pribadi juga mendarat di Bandara Rar Gwamar, Dobo, Kabupaten Aru, pada 19 Mei sekitar pukul 13.05 WIT.

Theo Pekpekay, pemuda Aru yang menyaksikan kapal besar sandar di Pelabuhan Serwatu, melihat banyak warga berkerumun menyaksikan kapal Isam. “Kedatangan kapal pesiar investor menarik perhatian masyarakat Aru,” kata Theo. “Ini kapal siapa? Kenapa ada kapal pesiar di sini? Siapa yang berkepentingan lagi?”

Kapal pesiar tersebut dilengkapi helikopter kuning yang sempat terbang mengitari desa-desa di Aru Selatan. Kecurigaan masyarakat Aru bukan tanpa alasan. Ancaman dari investasi skala besar sering kali datang dan selalu ditolak masyarakat, menyebabkan rasa curiga terus ada dalam benak mereka.

Pada 15 Mei, Haji Isam bersama rombongan bertemu dengan Johan Gonga, Bupati Kepulauan Aru. Para pemuda yang menghadiri pertemuan tersebut awalnya mendapat jawaban dari bupati bahwa ia tidak mengetahui kedatangan kapal tersebut. Namun, setelah berkoordinasi, bupati mengungkapkan bahwa kedatangan kapal adalah untuk mengangkut tim yang akan melakukan survei di Pulau Trangan.

Gonga juga meminta masyarakat memberikan kesempatan bagi investor untuk berproses, dengan janji bahwa investasi yang merugikan masyarakat dapat dihentikan. Namun, Beni Alatubir, perwakilan pemuda Aru, meragukan ucapan bupati. “Tidak mungkin seorang kepala daerah tidak tahu kalau ada investor yang mau datang dan survei di Pulau Trangan,” katanya.

Penolakan terhadap investasi ini tidak berhenti di situ. Pada 22 Mei, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Komkey melakukan aksi menolak investasi budidaya dan peternakan sapi di wilayah petuanan Masyarakat Adat Popjetur, Pulau Trangan, Aru Selatan. Mereka khawatir wilayah adat yang menjadi ruang hidup masyarakat adat akan terampas jika investasi skala besar masuk.

Dace Faturey, pemuda dari rumpun adat Fanan di Pulau Kobror, mengatakan bahwa padang savana di Trangan bukan tempat untuk ternak sapi. Mufti Fathul Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI), menilai kunjungan pemilik perusahaan Jhonlin Grup ke Dobo, Kepulauan Aru, tidak hanya untuk mengembangkan budidaya dan peternakan sapi semata. “Saya menduga ada potensi besar lain yang diincar, seperti migas, Blok Masela, dan sektor perikanan yang potensial meraup keuntungan,” ujarnya.

Mufti juga menyoroti kemungkinan investasi untuk mengamankan lahan-lahan dengan izin yang sudah terbit untuk investasi lainnya. Namun, hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai perizinan baru atau tindak lanjut izin yang pernah keluar sebelumnya.

Dengan adanya kecurigaan dan penolakan yang terus menguat dari masyarakat Aru, investasi besar di wilayah ini menjadi isu yang sensitif dan kompleks. Apakah ini ancaman atau peluang bagi masyarakat Aru? Hanya waktu yang akan menjawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *