Rupiah Melemah, PHK Massal Terjadi di Mana-Mana
VNEWS– Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami pelemahan yang dramatis. Pada siang hari ini, dolar AS menguat kencang menembus level Rp 16.400, naik dari pembukaan pagi yang berada di kisaran Rp 16.375. Berdasarkan data Refinitiv pada pukul 14.23 WIB, nilai tukar rupiah berada di angka Rp 16.405, atau melemah sebesar 0,86%.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mencoba menenangkan dengan menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih stabil. “Rupiah salah satu yang terbaik di dunia. Rupiah kita sangat stabil. Salah satu yang terbaik di dunia,” ujarnya di Istana Presiden pada Jumat, 14 Juni 2024. Perry juga menegaskan bahwa Bank Indonesia terus memantau pasar dan siap melakukan intervensi jika diperlukan untuk memastikan pasokan dolar di dalam negeri terjaga.
Namun, pelemahan rupiah ini menimbulkan berbagai permasalahan serius yang berpotensi semakin menekan daya beli masyarakat. Harga barang-barang dalam negeri yang bahan bakunya berasal dari impor semakin mahal. “Baik itu konsumsi maupun produksi yang kita impor untuk bahan baku dan penolong itu akan menjadi lebih mahal, otomatis juga akan menekan dari sisi daya beli masyarakat dan juga daya saing bagi industri,” jelas Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), M. Faisal, pada Rabu (12/6/2024).
Pelemahan rupiah ini telah berlangsung sejak awal minggu, membuat rupiah terjebak dalam zona merah selama tiga hari berturut-turut. Selain itu, harga bahan pangan utama seperti beras juga naik, memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Pemerintah masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan, termasuk beras yang diimpor mencapai 4.045.761 ton pada tahun 2024.
Harga bahan pangan yang tinggi juga menyumbang pada inflasi tinggi di Indonesia, dengan inflasi bahan pangan bergejolak mencapai 8,14% secara tahunan per Mei 2024, jauh di atas inflasi umum yang berada di level 2,84%. Kondisi ini diperparah oleh kenaikan gaji yang tidak sebanding, dengan kenaikan rata-rata gaji aparatur sipil negara hanya 6,5% selama periode 2019-2024, dan kenaikan UMR rata-rata hanya 4,9% pada 2020-2024.
Akibatnya, masyarakat harus mengorbankan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Data Mandiri Spending Index menunjukkan bahwa tabungan golongan masyarakat miskin dan kelas menengah terus tertekan, sementara tabungan orang kaya justru naik sepanjang tahun ini.
Yang lebih mengkhawatirkan, masyarakat juga menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin meningkat, terutama di industri tekstil yang terdampak oleh Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengungkapkan bahwa sejak Mei 2024, total PHK di industri tekstil dan produk tekstil mencapai 10.800 tenaga kerja, dengan peningkatan jumlah PHK sebesar 66,67% secara year on year pada kuartal I-2024.
Dengan segala permasalahan yang terjadi, masyarakat Indonesia dihadapkan pada kondisi ekonomi yang semakin sulit. Pelemahan rupiah dan lonjakan harga barang kebutuhan pokok membuat kantong mereka semakin kempis, sementara ancaman PHK terus menghantui, menambah beban hidup yang semakin berat.