Tanda Bahaya! Indonesia Bersiap Menghadapi Badai PHK
VNEWS– Langit kelabu yang menggantung di atas kota Jakarta seakan menjadi saksi bisu dari badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri tekstil. Sejak awal tahun hingga awal Juni 2024, tercatat sekitar 13.800 pekerja di sektor ini telah kehilangan mata pencaharian mereka. Angka yang mencerminkan betapa kerasnya hantaman ekonomi saat ini, terutama dengan depresiasi nilai tukar rupiah yang telah mencapai kisaran Rp16.400 per USD.
Shinta W. Kamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dengan nada penuh keprihatinan menjelaskan situasi yang dihadapi dunia usaha di tanah air. “Depresiasi rupiah secara umum melemahkan produktivitas dan daya saing industri. Ini karena efek depresiasi rupiah terhadap berbagai industri relatif sama, yakni meningkatkan beban produksi existing,” ujar Shinta saat dihubungi Tribunnews, Selasa (18/6/2024).
Menurut Shinta, perusahaan dengan kemampuan finansial yang terbatas atau yang pasarannya rentan sangat berisiko mengalami PHK, pengurangan kapasitas produksi, hingga penutupan usaha. “Pengurangan pekerja karena depresiasi rupiah sangat terbuka. Kami tidak memproyeksikan PHK akan dilakukan secara masif pada saat yang bersamaan dalam waktu dekat. Kemungkinan PHK justru akan terjadi secara bertahap seiring dengan pelemahan kinerja usaha yang disebabkan oleh depresiasi rupiah,” tambahnya.
Industri padat karya yang berorientasi ekspor adalah yang paling rentan mengalami PHK. Di tengah lemahnya pertumbuhan ekonomi global, beban biaya operasional terus meningkat seiring dengan kenaikan upah, suku bunga, dan beban operasional lainnya. Depresiasi rupiah hanya menambah beban ini, menggerus daya saing di pasar ekspor.
Data Bloomberg menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.412 per dolar AS, melemah 142 poin atau minus 0,87 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya. Sementara menurut data Google Finance per Selasa (18/6) pagi, dolar AS berada di posisi Rp16.432. Meski demikian, dolar AS sempat berada pada level Rp16.486, hampir menyentuh Rp16.500.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, menyampaikan bahwa sejak Januari hingga awal Juni 2024, enam perusahaan telah menutup pabriknya dan melakukan PHK, sementara empat perusahaan lainnya melakukan PHK akibat efisiensi. “Khusus Januari sampai awal Juni 2024 total yang jadi korban PHK sekitar 13.800,” ujarnya.
Beberapa perusahaan besar yang telah melakukan PHK karena menutup pabrik meliputi:
- PT S Dupantex di Jawa Tengah: 700 pekerja.
- PT Alenatex di Jawa Barat: 700 pekerja.
- PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah: 500 pekerja.
- PT Kusumaptura Santosa di Jawa Tengah: 400 pekerja.
- PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah: 700 pekerja.
- PT Sai Apparel di Jawa Tengah: 8.000 pekerja.
Empat perusahaan lainnya yang melakukan PHK akibat efisiensi meliputi:
- PT Sinar Panca Jaya: 2.000 pekerja.
- PT Bitratex di Semarang: 400 pekerja.
- PT Johartex di Magelang: 300 pekerja.
- PT Pulomas di Bandung: 100 pekerja.
Ristadi menjelaskan bahwa gelombang PHK ini masih akan berlangsung hingga September, dan bahkan perusahaan-perusahaan besar pun mungkin terpaksa menutup pabrik mereka jika situasi tidak membaik.
Selain industri tekstil, sektor teknologi juga merasakan dampak PHK. Tokopedia, salah satu raksasa ecommerce di Indonesia, dikabarkan telah melakukan PHK terhadap sekitar 450 karyawan, yang setara dengan 9 persen dari total karyawannya. Ini menandakan bahwa dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh depresiasi rupiah dan kondisi pasar global tidak hanya dirasakan oleh industri tradisional, tetapi juga oleh sektor yang lebih modern dan dinamis.
Dalam menghadapi badai ini, harapan dan kekhawatiran bergulir seiring waktu. Para pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka, para pengusaha yang berjuang untuk bertahan, dan pemerintah yang terus mencari solusi terbaik. Hanya waktu yang akan menjawab, apakah badai ini akan segera berlalu, atau justru membawa lebih banyak awan kelabu di langit industri Indonesia.