Pusat Data Nasional Diretas, Kinerja Menkominfo Disorot

0

VNEWS– Pada suatu pagi yang tenang di ibu kota, badai digital diam-diam mengancam fondasi data nasional kita. Pusat Data Nasional (PDN) yang megah, simbol dari era informasi Indonesia, tiba-tiba lumpuh oleh serangan peretas. Insiden ini bukan hanya soal teknologi yang diretas, tetapi juga menyingkap lapisan kelalaian dan ketidakbecusan dalam pemerintahan.

Ketika informasi menjadi harta paling berharga, Indonesia justru terjerembab dalam serangkaian kebocoran data yang memalukan. Serangan siber terjadi berulang, menggerogoti kepercayaan publik dan mengguncang stabilitas nasional. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menjadi sosok yang disorot. Di masa jabatannya, bukan hanya serangan siber yang meningkat, tetapi juga ketidakmampuan dalam menangani krisis yang terus berulang.

Unggul Sagena, Kepala Divisi Akses Atas Informasi SAFEnet, menjadi suara kritis di tengah kegelapan ini. “Ini keteledoran besar,” ujar Unggul dengan nada penuh kekecewaan. Menurutnya, akar masalah ini berawal dari keputusan Presiden Joko Widodo yang dianggap keliru dalam mengangkat Budi Arie sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). “Disinyalir karena kelalaian presiden dalam menunjuk pembantunya serta juga keinginannya untuk mempercepat proses penyelesaian,” tambahnya tegas, seakan menyingkap tabir kelalaian yang selama ini tertutup rapat.

Namun, yang paling mencolok dari kritik Unggul adalah bagaimana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tampak cenderung lari dari tanggung jawab. Tidak seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang secara teknis dan transparan melaporkan perkembangan kasus, Kominfo justru lebih memilih diam dan menutupi penyebab insiden ini. “Apa ruginya berbicara jujur? Justru dengan denying seperti ini, kepercayaan publik semakin runtuh,” kritiknya tajam.

Kejadian ini bukan hanya sebuah peristiwa tunggal. Ini adalah cerminan dari ketidakseriusan pemerintah dalam memperhatikan keamanan data nasional. Infrastruktur yang seharusnya menjadi tameng data penting negara, malah terabaikan dalam perencanaan dan pembangunannya. “Selalu terburu-buru, berdampak pada kurang cermatnya perencanaan dan pembangunan PDN secara keseluruhan,” ungkap Unggul dengan nada prihatin.

Keraguan Unggul juga tertuju pada proyek PDN lain yang sedang dibangun di berbagai lokasi, seperti di Cikarang. Dengan sinisme yang beralasan, ia menduga spesifikasi proyek-proyek tersebut sama buruknya. Ia menuntut tanggung jawab pemerintah, mengingat data yang telah diretas menjadi taruhan besar jika tidak ditangani dengan serius. “Mungkin bahkan cacat proses juga di PDN yang lainnya. Yang saat ini terjadi, masyarakat dirugikan dan nama baik instansi pemerintahan yang ‘terpaksa’ menaruh data di PDN juga terkena imbasnya,” tegasnya.

Serangan yang terjadi pada Kamis (20/6/2024) bukan hanya memukul PDN, tetapi juga merembet ke berbagai layanan publik. Imigrasi terganggu, penerimaan siswa baru tertunda, dan kebocoran data di forum peretas hanya menambah panjang daftar keburukan. Puncaknya, serangan terhadap sistem Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) Polri dan dugaan serangan ke BAIS TNI, menjadi bukti betapa rapuhnya sistem keamanan siber nasional.

Dengan tebusan yang diminta peretas sebesar 8 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp131 miliar, negeri ini dihadapkan pada realitas pahit: reformasi besar-besaran dalam pengelolaan dan keamanan siber tidak bisa lagi ditunda. “Ini seharusnya menjadi wake-up call,” ujar Unggul, memberikan sinyal keras bahwa perubahan harus segera dimulai, sebelum segala sesuatu terlambat.

Badai digital ini bukan sekadar ujian bagi teknologi, melainkan juga bagi kebijaksanaan dan tanggung jawab pemimpin negeri ini. Di tengah kepanikan dan kegelapan, suara kritis seperti Unggul Sagena menjadi penerang, memanggil kita untuk tidak lagi abai, tetapi bergerak menuju masa depan yang lebih aman dan terjamin. (Dd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *