Dua Raksasa Industri Eropa Cabut Investasinya dari Indonesia

0

VNEWS– Angin Teluk Weda berhembus tenang, namun di balik ketenangan itu, gelombang perubahan sedang terjadi. Di sebuah sudut bumi yang kaya akan mineral, rencana besar dua raksasa industri Eropa kandas sebelum sempat mengakar. Pada tanggal 24 Juni 2024, dua perusahaan ternama, BASF dari Jerman dan Eramet dari Perancis, mengumumkan keputusan mengejutkan, mereka mundur dari investasi dalam fasilitas pemurnian nikel dan kobalt di Teluk Weda, Maluku Utara. Kabar ini mereka sampaikan melalui situs resmi masing-masing perusahaan.

Anup Kothari, anggota Dewan Direktur Eksekutif BASF, menyatakan bahwa keputusan ini diambil karena pasar nikel global mengalami perubahan signifikan. “Setelah evaluasi menyeluruh, kami menyimpulkan bahwa kami tidak akan melaksanakan proyek pemurnian nikel-kobalt di Teluk Weda,” ujarnya pada Kamis, 27 Juni 2024, seperti dikutip dari website BASF. Ia menambahkan bahwa kebutuhan nikel BASF untuk bahan baku baterai kendaraan listrik sudah tercukupi, sehingga investasi di Indonesia tidak lagi diperlukan.

Daniel Schönfelder, Presiden Divisi Katalis BASF, menambahkan bahwa meski investasi dihentikan, perusahaan tetap membuka kemungkinan untuk mendapatkan bahan baku baterai listrik dari Indonesia di masa depan. “Pasokan bahan baku penting yang aman, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk produksi bahan aktif prekursor katoda, yang mungkin juga berasal dari Indonesia, tetap penting bagi pengembangan bisnis bahan baterai kami di masa depan,” jelasnya.

Di sisi lain, Eramet, dalam pernyataan resminya, tidak secara gamblang menjelaskan alasan mundurnya dari proyek tersebut. “Setelah evaluasi menyeluruh, termasuk diskusi mengenai strategi pelaksanaan proyek, kedua mitra memutuskan untuk tidak melakukan investasi ini,” tulis Eramet. Namun, Geoff Streeton, Group Chief Development Officer Eramet, menekankan bahwa perusahaan akan terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik nikel di Indonesia. “Indonesia siap memainkan peran penting di masa depan pasar nikel global secara keseluruhan. Eramet tetap fokus pada optimalisasi potensi sumber daya tambang Weda Bay secara berkelanjutan untuk memasok bijih bagi produsen nikel lokal, sekaligus menjajaki lebih lanjut peluang untuk berpartisipasi dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik nikel di Indonesia,” ungkapnya.

Rencana besar ini, yang dikenal dengan Proyek Sonic Bay, seharusnya membawa investasi sebesar 2,2 miliar hingga 2,6 miliar dollar AS, atau setara dengan Rp 36,08 triliun hingga Rp 42,64 triliun, dengan kapasitas produksi 67.000 ton nikel dan 7.500 ton kobalt per tahun. Proyek ini dirancang menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP) yang nantinya akan menjadi prekursor baterai listrik.

Mimpi besar itu sempat dibicarakan pada berbagai forum penting. Pada 1 Januari 2023, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bertemu langsung dengan CEO BASF Martin Brudermüller di Paviliun Indonesia, Davos, Swiss untuk membahas investasi Proyek Sonic Bay. Lalu pada 16 April 2023, Presiden Joko Widodo bertemu dengan petinggi dari BASF dan Eramet di Hannover, Jerman. Di sana, pemimpin perusahaan BASF menyampaikan langsung bahwa mereka akan berinvestasi dalam pembangunan ekosistem baterai mobil di Maluku Utara.

Namun, kini harapan itu terpaksa ditunda. Teluk Weda tetap akan menyimpan kekayaannya, menunggu investor baru yang siap menggali potensi yang tersembunyi di kedalamannya. Keputusan BASF dan Eramet menandai betapa dinamisnya pasar global dan betapa pentingnya evaluasi menyeluruh dalam setiap langkah besar yang diambil. Terlepas dari mundurnya dua raksasa ini, Indonesia tetap berpotensi menjadi pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik dunia, hanya saja dengan aktor dan strategi yang mungkin berbeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *