VNEWS. ID | Saksi ahli yang dihadirkan pasangan calon (Paslon) Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin, Edward Omar Sharif Hiariej meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak menjadikan diri sebagai Mahkamah Kliping. Maksudnya MK tidak mendasarkan keputusan pada bukti kliping tetapi didasarkan pada fakta atau data otentik dan asli.
“Ada benarnya apa yang dikemukakan oleh Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandi, Red), bahwa MK bukanlah Mahkamah Kalkulator hanya terkait perselisihan hasil penghitungan suara. Namun hendaknya juga MK jangan dijadikan Mahkamah Kliping atau Mahkamah Koran yang pembuktiannya hanya didasarkan pada kliping koran atau potongan berita. MK harus benar-benar berlandaskan kebenaran materiil dan kebenaran formil,” kata Eddy, sapaan akrab pakar hukum Universitas Gadjah Mada itu, dalam keterangannya di MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
[irp]
Sebelumnya, koordinator kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto meminta MK tidak menjadi Mahkamah Kalkulator. Maksudnya, MK tidak mendasarkan putusan dalam perselisihan Pilpres hanya mengacu ke hitungan selisih suara pasanangan calon Jokowi-Ma’aruf dengan Paslon Prabowo-Sandi.
Di sisi lain, dari berbagai bukti yang ditunjukan kubu Prabowo-Sandi lewat kuasa hukumnya ke MK lebih banyak berupa klipingan koran dan link berita. Eddy terlihat sedang menyindir bukti yang dibawa oleh kubu Prabowo-Sandi.
Dalam kesaksiannya, Eddy meminta MK agar memeriksa tuduhan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif harus digali kebenarannya, bukan berdasarkan bukti kliping. Eddy juga meminta MK memutus tuduhan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif tetap dalam bingkai perselisihan hasil suara.
“Seberapa signifikan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif terhadap selisih jumlah suara harus dibuktikan. Sayangnya, hal-hal ini sama sekali tidak diungkapkan oleh kuasa hukum pemohon (Prabowo-Sandi, Red),” tutup Eddy.
[irp]