Kenapa Arab Saudi Melarang Hizbut Tahrir?

VNEWS.ID| Kisah Hizbut Tahrir (HT) sebagai organisasi terlarang di sebagian besar dunia Islam di kawasan Timur-Tengah bukan sebuah isapan jempol. Tidak hanya itu saja, bahkan ratusan aktivis HT juga ditangkap dan dipenjara. Meskipun, para aktivisnya berusaha bergerak di bawah tanah dengan menggunakan label organisasi lain untuk mengecoh pemerintah setempat.

Arab Saudi termasuk salah satu negara yang melarang keras keberadaan HT. Hal tersebut bisa dilihat dari fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama Arab Saudi yang secara umum memberikan catatan merah terhadap HT.

Murad Bathal Syaibani dalam Harian al-Hayat mengutip salah satu fatwa ulama Arab Saudi terkait HT. Isi fatwanya, HT adalah partai politik yang sesat. Pandangan HT terkait sunah Nabi, para sahabat, dan beberapa terma dalam ilmu akidah dapat dikatagorikan bid’ah. Pandangan mereka bertentangan dengan ahlussunnah wal jamaah dalam banyak hal. Semua itu bisa dibaca dengan mudah dalam buku-buku mereka.

Memang, salah satu yang membedakan antara HT dengan beberapa kelompok terlarang lainnya adalah soal pahamnya yang mudah dibaca, bahkan tersedia dengan mudah di internet. Tidak hanya itu, buku-buku HT diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini, HT tidak bisa mengelak jika beberapa pahamnya dianggap berbahaya.

Arab Saudi dikenal sebagai negara yang sejak awal berdiri menjadikan Wahabisme atau paham yang dibangun oleh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab sebagai rujukan utama. Mereka tidak memberikan ruang bagi paham lain untuk tumbuh dan berkembang.

HT dikenal sangat agresif menyebarluaskan pahamnya di seantero Timur-Tengah. Arab Saudi merasa agresivitas HT dapat mengganggu Wahabisme yang telah menjadi satu-satunya rujukan dalam paham keagamaan sekaligus alat untuk memperkokoh sendi-sendi rezim Ibnu Saud.

Maka dari itu, wajar jika paham HT tidak akan mendapatkan tempat di Arab Saudi, karena dapat dianggap mengganggu Wahabisme yang sudah mapan dan menjadi paham resmi kerajaan. Di Arab Saudi dialektika pemikiran keagamaan sangat tidak memungkinkan, karenanya mereka akan sangat cepat mengeluarkan keputusan larangan terhadap HT, yang biasanya didahului dengan fatwa keagamaan untuk mendapatkan legitimasi teologis dan yuridis.

Penolakan Arab Saudi terhadap HT jauh dari sekadar argumen teologis-yuridis, melainkan juga berlatar sejarah panjang relasi antara Arab Saudi dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Arab Saudi sangat alergi dengan paham atau kelompok yang mempunyai hubungan dengan IM.

Secara historis, HT mempunyai irisan dengan IM karena pendirinya Taqiyuddin Nabhani merupakan aktivis IM. Nabhani, yang mendirikan HT dalam rangka mengakselerasikan mimpi ideologis IM perihal pendirian khilafah.

Nabhani melalui HT mempunyai pandangan bahwa solusi bagi umat Islam hanya khilafah. Mereka menyatakan khilafah sebagai obat yang bisa menyembuhkan seluruh persoalan umat Islam. Bagi HT, khilafah menjadi sebuah kewajiban, dan karenanya sistem selain khilafah dianggap kafir, termasuk sistem monarki absolut yang dianut Arab Saudi saat ini.

Tentu saja, Arab Saudi menentang keras pandangan HT tersebut. Secara politis, HT dapat menjadi batu sandungan serius bagi Arab Saudi. Membangunkan kembali khilafah berarti secara eksplisit hendak meruntuhkan rezim Ibnu Saud.

Siapapun yang bisa berbahasa Arab akan dengan mudah memahami bahwa HT adalah partai politik. HT bukan gerakan dakwah biasa, melainkan sebuah gerakan politik yang dapat mengancam stabilitas dan eksistensi rezim Arab Saudi.

Di dalam bukunya ditegaskan secara terang-terangan, HT adalah partai politik, ideologinya Islam. Politik menjadi inti gerakannya dengan Islam sebagai prinsipnya. Ia bergerak di tengah-tengah umat untuk menjadikan Islam sebagai inti untuk menjadi penuntun bagi tegaknya khilafah dan pemerintahan yang dititahkan Tuhan. HT adalah gerakan politik, bukan gerakan spiritual, pendidikan, dan filantropis.

Arab Saudi dikenal sebagai negara yang melarang berdirinya partai politik. Maka, tidak ada ruang sama sekali untuk memberikan keleluasaan bagi siapa pun untuk mengembangkan paham dan gerakan HT di Arab Saudi. Karenanya, Arab Saudi akan sangat sensitif bahkan cenderung keras memperlakukan siapapun yang mempunyai hubungan dengan HT, termasuk bagi mereka yang menggunakan simbol seperti bendera HTI. Arab Saudi akan bersikap tegas.

Para ulama paham betul bahwa sebenarnya tidak ada kemufakatan perihal “bendera tauhid”, atau yang dikenal dengan “Panji Rasulullah”, dikarenakan perawinya tidak bisa dipercaya, karenanya masuk katagori hadis lemah (dhaif). Orang-orang Arab Saudi tidak akan mudah dibodohi oleh HT dan ISIS yang kerap mengklaim “bendera tauhid”. Untuk hal ini, di dunia Islam tidak dikenal istilah “bendera Tauhid”, karena kalimat tauhid itu adanya di dalam hati, diucapkan, dan diamalkan dalam tindakan nyata.

Bahkan jika dicermati, bendera HTI itu bisa mengancam bendera Arab Saudi yang sama-sama menggunakan kalimat tauhid.

Di Arab Saudi, siapa pun yang terindikasi dengan kelompok-kelompok terlarang, seperti HT dan ISIS bisa dipenjara sampai 23 tahun. Karenanya, jangan main-main dengan mengibarkan bendera HTI dan ISIS di sana, karena akan berurusan dengan aparat keamanan dan dianggap sebagai tindakan makar.

Hubungan antara Arab Saudi dan HT semakin memburuk karena sikap HT yang di dalam setiap pernyataannya cenderung merendahkan rezim Ibnu Saud dan seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh Arab Saudi. Tidak ada iktikad baik dari HT untuk mengapresiasi rezim Ibnu Saud. Padahal, Arab Saudi masih memegang kendali peta geopolitik di Timur-Tengah.

Beberapa pandangan di atas membuktikan betapa HT tidak mempunyai tempat sama sekali di Arab Saudi. Karenanya siapa pun harus berhati-hati untuk tidak menjadi bagian dengan HT atau memamerkan simbol HT di Arab Saudi, karena hal tersebut akan menjadi pelanggaran berat yang bisa berujung di jeruji besi.

Zuhairi Misrawi intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *